Haru Biru Sendu dan Rindu


Diluar hujan, hawanya menjadi lebih dingin, pancaroba tak kenal siapapun tumpukan cucian menerorku tak lebih dari beberapa hari ini, minta dijamah diperlakukan selayaknya pakaian pada umumnya tidak ingin ada pilih kasih, terbungkung-bungkuk aku mencoba merapihkan tumpukan baju yang sebenarnya tidak cukup satu lemari sambil menggerutu tak berguna mengapa nafsu belanjaku lebih besar ketimbang nafsu menabung, seandainya aku cepat sadar bahwa masa depanku tidak hanya sekedar sebatang lisptik baru atau selembar jilbab baru ah, aku banyak mengeluh belakangan ini. 

 Ada rasa sesak yang kurasakan belakangan ini, selain seputar masalah pekerjaan yang merongrong tak berperasaan, ada rasa ngilu diantara celah napas, ada sesuatu yang aneh diantara alam nyata dan alam mimpi, terasa ada yang mengganjal diotak bagian tengah,dan seperti ada sesuatu yang tertinggal. Aku merindukan sesuatu, aku menginginkan sesuatu yang dulu pernah terjadi,sesuatu yang membuat bibirku tersenyum lebar, dadaku berdebar bahagia, aku ingin mengulangnya.

Kota itu terlalu banyak meninggalkan kenangan, memori, dan tangisan sengaja aku pergi dari kota itu dan ternyata cukup sulit bagiku, kota itu sedang berusaha menjadi kota yang pantas disebut kota besar, berusaha menjadi seperti ibukota dengan berjejer gedung tinggi, berbaris kendaraan wah, tapi bukan itu yang mau kubahas aku hanya mau membahas aku sedang rindu, merindukan kota itu merindukan kenangan-kenangan itu, aku rindu aroma kota itu. 

Aku terpekuk dikamar sempit ini,  berusaha menangkis rasa rindu "rumah" ini mengais-ngais sisa-sisa yang terdahulu berharap dapat mengikis perasaan menyebalkan ini. ah, terasa seperti disiksa, terasa seperti memakan duri ikan bandeng, sering tak terlihat,bersembunyi dalam dagingnya yang gurih, halus tapi bisa membuat sakit tenggorokan berhari-hari bila tak sengaja tertelan. Aku merindukan "rumah" merindukan orang-orang didalamnya, termasuk para bajingan yang membuatku menangis tak berkesudahan, Tuhan tahu bagaimana membuat perasaanku mengharu biru, Tuhan paling tahu bagaimana menyiksa hambanya yang satu ini, dan Tuhan paling tahu obat penawar dari semua rasa jengkel ini. 


Itu Rumah dan Kamu.





Komentar

Postingan Populer